Perlu Gebrakan Lindungi Habitat Laut Indonesia
Indonesia yang mengklaim sebagai negara bahari kelihatannya belum merasa
perlu melindungi lautnya secara serius. Kerusakan terumbu karang,
musnahnya hutan mangrove dan penangkapan ikan habis-habisan masih
merajalela.
Di hari laut sedunia yang diperingati setiap tanggal 8 Juni, Indonesia
yang mengklaim sebagai negara bahari harus terus mengkaji ulang langkah
konservasi lautnya. Motto "world ocean day" 2015 adalah "laut sehat,
planet sehat. Tapi kelihatannya negara yang memiliki 17.000 pulau dan
dikelilingi lautan itu, belum merasa perlu melindungi lautnya secara
serius.
Kerusakan terumbu karang, musnahnya hutan mangrove dan penangkapan ikan habis-habisan masih merajalela. Memang Indonesia tidak sendirian. Laporan PBB menunjukkan, tekanan aktivitas manusia, penangkapan ikan berlebihan, praktik penangkapan ikan yang merusak dengan pukat harimau, pembabatan hutan bakau di banyak negara masih merupakan kontributor utama bagi kerusakan habitat laut. Ditambah lagi fenomena perubahan iklim, yang merusak areal luas terumbu karang dunia.
Memang sejumlah gebrakan dilancarkan baru-baru ini. Yang paling heboh tentu saja program menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastusi, dengan penenggelaman kapal-kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia. Tapi masalah yang dihadapi kementrian bukan hanya terbatas pada pencurian ikan, melainkan juga perusakan habitat terumbu karang dengan praktek tak terpuji penangkapan ikan menggunakan bahan peledak atau menggunakan racun.
Kerusakan serius habitat laut
Selain kerusakan habitat bawah laut juga kerusakan ekosistem di pesisir menjadi masalah serius yang harus dihadapi kementrian lingkungan hidup. Berdasarkan laporan pusat penelitian oseanografi LIPI tahun 2013, dari 60.000 km persegi kekayaan terumbu karang Indonesia, sekitar 30 persennya berstatus rusak atau kualitasnya kurang baik dan 37 persen cukup. Hanya 5 persen berkondisi sangat baik dan 27 persen baik.
Selain praktik perusakan oleh aktivitas manusia, kerusakan terumbu karang mengalami "bleaching" atau mati dan memucat akibat kenaikan temperatur global. Namun LIPI juga melaporkan, terdapat pertanda menggembirakan, pulihnya tutupan terumbu karang di beberapa lokasi.
Masalah lebih parah dihadapi habitat hutan mengrove di pesisir pantai Indonesia. Statistik tahun 1982 mencatat luasnya mencapai 3,7 juta hektar, namun 10 tahun kemudian menyusut tinggal 2,5 juta hektar. Kerusakan paling parah tercatat di pesisir pulau Jawa yang kehilangan hampir 70 persen kekayaan hutan bakaunya. Pembabatan hutan mangrove terutama akibat konservasi lahan menjadi kawasan pertambakan, pemukiman dan industri. Selain itu, tekanan populasi memicu pembalakan hutan bakau untuk dijadikan kayu bakar.
Hutan Mangrove memiliki fungsi penting bagi ekosistem pesisir. Selain tempat memijah dan tumbuhnya anakan ikan, hutan bakau juga mencegah erosi pantai. Juga diketahui, saat tsunami melanda, hutan bakau di Aceh dan di Jawa Timur berfungsi sebagai penahan gempuran gelombang.
Terkait masalah kerusakan lingkungan laut cukup parah ini, dalam hari kelautan internasional 2015 sejumlah aktivis kembali mengimbau pemerintah, untuk lebih serius menangani problemnya sebelum keragaman hayati itu terancam dan musnah.
Kerusakan terumbu karang, musnahnya hutan mangrove dan penangkapan ikan habis-habisan masih merajalela. Memang Indonesia tidak sendirian. Laporan PBB menunjukkan, tekanan aktivitas manusia, penangkapan ikan berlebihan, praktik penangkapan ikan yang merusak dengan pukat harimau, pembabatan hutan bakau di banyak negara masih merupakan kontributor utama bagi kerusakan habitat laut. Ditambah lagi fenomena perubahan iklim, yang merusak areal luas terumbu karang dunia.
Memang sejumlah gebrakan dilancarkan baru-baru ini. Yang paling heboh tentu saja program menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastusi, dengan penenggelaman kapal-kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia. Tapi masalah yang dihadapi kementrian bukan hanya terbatas pada pencurian ikan, melainkan juga perusakan habitat terumbu karang dengan praktek tak terpuji penangkapan ikan menggunakan bahan peledak atau menggunakan racun.
Kerusakan serius habitat laut
Selain kerusakan habitat bawah laut juga kerusakan ekosistem di pesisir menjadi masalah serius yang harus dihadapi kementrian lingkungan hidup. Berdasarkan laporan pusat penelitian oseanografi LIPI tahun 2013, dari 60.000 km persegi kekayaan terumbu karang Indonesia, sekitar 30 persennya berstatus rusak atau kualitasnya kurang baik dan 37 persen cukup. Hanya 5 persen berkondisi sangat baik dan 27 persen baik.
Selain praktik perusakan oleh aktivitas manusia, kerusakan terumbu karang mengalami "bleaching" atau mati dan memucat akibat kenaikan temperatur global. Namun LIPI juga melaporkan, terdapat pertanda menggembirakan, pulihnya tutupan terumbu karang di beberapa lokasi.
Masalah lebih parah dihadapi habitat hutan mengrove di pesisir pantai Indonesia. Statistik tahun 1982 mencatat luasnya mencapai 3,7 juta hektar, namun 10 tahun kemudian menyusut tinggal 2,5 juta hektar. Kerusakan paling parah tercatat di pesisir pulau Jawa yang kehilangan hampir 70 persen kekayaan hutan bakaunya. Pembabatan hutan mangrove terutama akibat konservasi lahan menjadi kawasan pertambakan, pemukiman dan industri. Selain itu, tekanan populasi memicu pembalakan hutan bakau untuk dijadikan kayu bakar.
Hutan Mangrove memiliki fungsi penting bagi ekosistem pesisir. Selain tempat memijah dan tumbuhnya anakan ikan, hutan bakau juga mencegah erosi pantai. Juga diketahui, saat tsunami melanda, hutan bakau di Aceh dan di Jawa Timur berfungsi sebagai penahan gempuran gelombang.
Terkait masalah kerusakan lingkungan laut cukup parah ini, dalam hari kelautan internasional 2015 sejumlah aktivis kembali mengimbau pemerintah, untuk lebih serius menangani problemnya sebelum keragaman hayati itu terancam dan musnah.